Kemarin saya mendapatkan artikel yang di bagikan oleh rekan kerja.
Kurang lebih isinya seperti tulisan dibawah ini.
Seluruh pelajar di Kota Bandarlampung dijamin akan naik kelas dan lulus sekolah pada tahun 2022. Keputusan ini diambil lantaran penundaan pembelajaran tatap muka (PTM).
"Karena bentar lagi ada ujian sekolah, siswa-siswi kami jamin naik kelas semua dan lulus," kata Wali Kota Bandarlampung, Eva Dwiana, Kamis (3/2/2022).
Yah seperti itu sepotong informasi dalam artikel yang saya ingin tanggapi dalam tulisan saya.
Setelah mendapat artikel tersebut saya membaca sekilas komentar rekan kerja lain yang kurang lebih seperti ini:
"Waduh gawat"
"Yah sudah tidak pernah belajar bisa naik kelas?"
Dan lain sebagainya, intinya sebagian ada yang kurang ikhlas ketika anak didik semuanya naik kelas dan lulus sekolah.
Lalu bagaimana dengan pendapat penulis sendiri. Saya tidak berkomentar dalam grup kerja tersebut.
Saya malah merenung dan berfikir, sepertinya pendidik baik konselor dan guru perlu mencari solusi untuk bisa membuat peserta didik memiliki kesadaran diri belajar dan kemudian memiliki kebutuhan untuk belajar.
Ingin sekali saya berdiskusi bersama dengan rekan kerja yang kurang setuju dengan rekan kerja yang setuju dengan artikel tersebut.
Saya mencoba berfikir tanpa memihak rekan kerja dan peserta didik, tapi sulit untuk saya lakukan.
Keberpihakan saya kepada peserta didik sangat besar. Saya berfikir bahwa mungkin kerja keras seorang pendidik tidak mampu menyentuh nurani peserta didik. Lalu selanjutnya bagaimana.
Mungkin peserta didik juga seseorang yang tidak memiliki kesadaran belajar dan lingkungan keluarga yang mensuport mereka belajar.
Kita semua tahu ada peserta didik yang tanpa suport keluarga bisa sukses dalam belajar, tapi ada juga dan banyak yang keluarganya tidak suport dan peserta didiknya lemah atau tidak mampu untuk sadar diri pentingnya belajar.
Lalu jika memang kenyataan yang ada sang pendidik tidak mampu membuat mereka memiliki kesadaran belajar, anggaplah intinya mereka malas dan tidak hadir dalam proses belajar.
Pertanyaanya mampukah ketidak naikan kelas membuatnya menjadi sadar kesalahan dirinya, jawabannya bisa iya bisa saja tidak. Jika misalnya sudah tidak naik kelas tidak berubah malah mengajak adik kelasnya ke aliran pemikiran mereka yang sedang ruwet, apakah pendidik mampu menjaga sang adik kelas.
Kalau ada yang bilang, tidak adil dong, tidak belajar naik kelas bisa jadi iya bisa jadi juga tidak, jawabannya, namun setidaknya, ini tidak akan memperlama kebersamaan kita dengan mereka yang malas dan enggab belajar.
Sampai pada masanya mereka dihadapi pahit getir kehidupan tanpa ilmu. Menyesal memang akan ada di akhir sebuah perjalanan hidup
Mungkin saya perlu mendokumentasikan dan merawat hubungan dengan semua peserta didik. Biar apa.., biar yang sukses dan menjadi alumni, bisa berbagi cerita inspirasi buat peserta didik adik adik kelasnya dan untuk mereka yang belum merasa sukses atau malah hidup dalam kesengsaraan juga bisa berbagi kisah hikmah dari apa yang telah mereka lakukan dizaman mereka masih sekolah dengan malas dan abai.
Atau ada juga yang memang sudah belajar rajin dizaman dahulu namun memang tidak bisa memahami seluruh mata pelajaran dengan baik, hanya bisa fokus di satu mata pelajaran lalu setelah lulus sekolah malah tumbuh cemerlang dan hidup penuh pasion dalam belajar sehingga akhirnya sukses. Nah ini juga akan jadi narasumber keren buat adik adik sekolah, karena semua bisa kok menjadi seseorang yang baik.
Bisa bermanfaat buat orang lain, yang terpenting adalah nilai nilai keberagaman yang tercermin dalam akhlak dan adab. InSyaAllah jika semua peserta didik taat kepada aturan dalam agama
Tuhan akan menjaganya, dan kita sebagai pendidik bukanlah hakim yang bisa dengan mudah memberikan lebel buruk kepada seseorang, bisa saja saat ini seorang anak atau remaja jauh dari harapan pendidik dalam belajar, namun siapa yang tahu di akhir hayatnya ia adalah orang yang mulia di hadapanNya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan, keikhlasan, kesehatan dan ilmu yang diridhoi Allah sehingga dapat bekerja dengan penuh semangat dengan kondisi kehidupan saat ini.
Kondisi yang darurat, bukan kehidupan normal seperti 3 tahun yang lalu. Alhamdulillah masih diberikan kesempatan hidup, masih bisa berfikir, masih bisa bernafas, masih bisa mendengar, masih bisa berbicara, berjalan dan bergerak.
Mari kita gunakan semua aset positif yang ada dalam diri dan unit kerja kita untuk bisa melakukan kerjasama pendekatan dengan peserta didik dan orang tua wali murid, sehingga bisa meningkatkan kreatifitas diri dalam memotivasi peserta didik.
Saya yakin segala sesuatu terjadi atas ridho Allah, atas izin Nya dan Allah pastikan kita kuat menjalaninya, terus semangat teman teman pendidik.
Komentar
Posting Komentar