Hallo teman-teman, Assalamualaikum Tabik Puuun!!!
Apa kabar kalian hari ini? Ayoo semangat, duduk dengan benar dan sikap tubuh tegak dan jangan lupa tersenyum. oya siapkan buku catatan konseling kalian ya.., untuk mencatat hal penting yang kalian dapatkan dari materi yang akan kita pelajari hari ini. 😊
Teman-teman lihat foto gambar tersebut.., foto saya yang pakai jam tangan warna merah ya, terus yang kerudung biru foto Bu Suci guru Matematika. Kami sedang main bola basket.., olahraga yang biasanya sering di mainkan oleh anak laki-laki.., namun juga bisa dimainkan oleh anak perempuan. Jika ada anak perempuan atau anak laki-laki yang tidak bisa atau tidak mau main basket, itu hanya soal kesukaan pribadi masing-masing yang berbeda.
Baik.., hari ini kita akan belajar yang yang ada hubungannya dengan Kesadaran Gender, yang pasti berkaitan dengan kalian sebagai peserta didik putri atau perempuan dan peserta didik laki-laki atau putra. untuk itu kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa tujuan kita belajar materi ini.
Tujuan kita belajar materi "Kesadaran Gender" antara lain adalah:Agar kalian sebagai remaja/peserta didik/klien/konseli mengerti definisi gender sebagai bentuk konstruksi sosial, mengerti peran gender terhadap diri sendiri dan mampu mengekspresikan gendernya dengan nyaman.
ilustrasi foto dokumentasi kegiatan layanan bimbingan kelompokDi rumah kalian siapakah yang bertugas memasak? Apakah ayahmu juga memasak dirumah? Apakah memasak itu adalah pekerjaan untuk perempuan, atau bisa juga dilakukan oleh laki-laki?
Pengertian Gender
untuk menjawabnya, kita akan belajar tentang gender! menjadi perempuan dan laki-laki dipengaruhi oleh ciri-ciri biologis dan faktor bentukan sosial.
nah, ciri-ciri biologis tersebut kita sebut dengan jenis kelamin, sementara ciri sosial (seperti: peran perempuan dan laki-laki, identitas dan ekspresi!) kita sebut dengan gender. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku saat itu.
sebelum melanjutkan, kalian yang membaca dibagi menjadi dua kelompok ya, kelompok peserta didik perempuan dan kelompok peserta didik laki-laki.
khusus untuk kelompok laki-laki: coba ingat, apa saja yang kamu ketahui atau telah diajarkan oleh keluarga, sekolah, agama, media dan lain-lain tentang menjadi laki-laki sejati?
khusus untuk kelompok perempuan: coba ingat apa saja yang kamu ketahui atau telah diajarkan oleh keluarga, sekolah, agama, media dan lain-lain tentang menjadi perempuan sejati?
Apa yang perlu kalian lakukan sebagai perempuan dan laki-laki?
Bagaimana kalian perlu bertindak untuk dianggap sebagai seorang perempuan atau laki-laki yang baik dan untuk dihargai sebagai seorang perempuan atau laki-laki.
Harapan apa yang dimiliki keluarga, teman-teman, sekolah dan masyarakat sekitar terhadap kamu sebagai perempuan dan laki-laki? kalian boleh menjawab di kolom komentar atau di nomor whatsApp saya juga boleh.
Kita seringkali berpikir bahwa pekerjaan seperti memasak, membersihkan rumah, merawat anak adalah peran perempuan, sedangkan yang membutuhkan kekuatan tubuh seperti memperbaiki atau bekerja mencari uang adalah peran laki-laki.
Karena itu semua yang biasa kita lihat sehari-hari. Secara tidak langsung kita pun diajarkan dan dituntut untuk melakukan peran-peran tertentu hanya berdasarkan jenis kelamin kita. Inilah yang disebut dengan peran gender
Peran gender adalah berbagai kegiatan yang dianggap sesuai atau di tempelkan terhadap jenis kelamin tertentu. Peran gender merupakan cara masyarakat menentukan bagaimana "harus"menjadi laki-laki dan perempuan.
Setiap masyarakat mengharapkan laki-laki dan perempuan dapat berpikir, berperasaan, dan bertindak dalam cara tertentu. Misalnya perempuan diharapkan untuk bisa menampilkan sifat yang lembut penuh kasih sayang, sedangkan laki-laki harus kuat, tegas dan berani.
Peran gender berbeda-beda tergantung tradisi. hukum dan agama yang berlaku pada masyarakat. Masyarakat seringkali tidak menyadari ...
Identitas dan Peran-Peran Gender di Masyarakat
Sebagaimana telah dijelaskan di SETARA kelas 7, gender dan jenis kelamin merupakan dua hal yang berbeda. Jenis kelamin mengacu kepada kondisi biologis dari diri laki-laki maupun perempuan. Sementara gender merupakan konstruksi sosial budaya mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan harus bersikap. Berbeda dengan jenis kelamin yang kaitannya dengan biologis/fisik seseorang, gender adalah hasil bentukan dari pengaruh sosial dan budaya setempat.
Karena gender merupakan produk sosial budaya, maka menjadi laki-laki dan perempuan di suatu budaya tertentu bisa sangat berbeda dengan budaya lainnya. Kamu bisa memberikan contoh situasinya?
Orang dewasa seringkali menganggap hal-hal tersebut terjadi karena faktor biologis. Padahal sesungguhnya anggapan tentang bagaimana laki-laki dan perempuan “seharusnya” berperilaku atau berpenampilan justru diakibatkan oleh pandangan masyarakat itu sendiri. Masyarakat memiliki harapan tertentu terhadap seorang anak laki-laki dan perempuan. Dari harapan yang berbeda itulah, orang dewasa memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda pula.
Coba cek diagram di bawah ini:
(gambar)
Rei: Ada anak laki-laki yang dianggap lebih unggul dalam pelajaran olah raga sementara perempuan dianggap lebih menguasai pelajaran seni dan bahasa
Tata: Padahal tidak demikian loh! Semua individu (termasuk kita!) memiliki minat dan kemampuan masing-masing. Terlepas dari apapun jenis kelamin kita.
Rei: Pandangan yang terbatas mengenai gender, juga seringkali membuat anak perempuan dianggap lemah dan pasif. Sementara itu, anak laki-laki dianggap kuat dan tangguh
Tata: Pandangan ini pun sering memposisikan anak perempuan menjadi objek yang bisa diganggu dan lebih lemah. Pandangan demikian merupakan sebuah bentuk kekerasan pada perempuan.
Toxic Masculinity dan Emphasized Femininity
Berbicara tentang gender berarti berbicara tentang ‘bagaimana lingkungan sosial dan budaya memandang laki-laki dan perempuan’. Ketika berdiskusi tentang gender, kita tidak bisa memisahkannya dari diskusi mengenai maskulinitas dan femininitas.
Maskulinitas dapat diartikan sebagai sebuah pandangan tertentu, yang dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya, yang berisikan harapan dan juga tuntutan bagaimana laki-laki harus bersikap. Meskipun sebetulnya, sikap masukulinitas bisa juga ditampilkan oleh perempuan, tapi struktur budaya dan masyarakat cenderung melekatkan maskulinitas sebagai sifat laki-laki.
Beberapa diantaranya adalah: tuntutan agar laki-laki tampil kuat dan agresif; tuntutan agar laki-laki lebih unggul dibandingkan perempuan; tuntutan agar laki-laki menjadi pemimpin; tuntutan agar laki-laki menjadi kepala keluarga; dan tuntutan agar laki-laki berhasil secara ekonomi. Ketika laki-laki tidak berhasil memenuhi tuntutan ini, maka laki-laki akan dianggap gagal dan dipertanyakan ke-maskulin-annya.
padahal tidak seperti itu ya teman-teman. laki-laki dan perempuan memang harus kuat dan tidak agresif. namun yang paling baik laki-laki dan perempuan disarankan untuk memiliki perilaku asertif, asertiv adalah kemampuan berbicara mengungkapkan apa yang dipikirkan dan sesuatu yang dirasakan tanpa menyakiti hati orang yang diajak berbicara
Laki-laki dan perempuan sebaiknya sama sama berhasil dalam pendidikan dan berhasil secara ekonomi, dan tidak adil itu jika memberikan lebel kata gagal kepada orang laki-laki atau perempuan yang sudah berusaha keras untuk berhasil.
penjelasannya kurang lebih seperti ini, ketika ada laki-laki yang suka bersih-bersih, beres-beres pintar masak dan menjadi koki atau cheft tetap lah laki-laki disebut maskulin dan perempuan yang bisa menyetir kendaraan baik roda dua dan roda empat tetaplah perempuan disebut feminim. kata feminim maskulin tidak dipengaruhi oleh kegiatan yang mereka lakukan.
(gambar kotak)
Konsep maskulinitas ini tidak hanya menuntut laki-laki untuk menjadi individu yang tangguh dan kuat, tetapi dia juga membuat femininitas sebagai sesuatu yang berlawanan dengan maskulinitas. Sehingga, laki-laki diharuskan menjadi kuat sedangkan perempuan diharapkan untuk tampil lemah lembut. Jika laki-laki dituntut menjadi pemimpin, maka dengan begitu perempuan hanya ditempatkan sebagai pengikut.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, kontruksi gender ini dapat menjadi hambatan dalam menciptakan kesetaraan dan keadilan di masyarakat.
(gambar)
Tata: apakah kamu pernah dengar tentang toxic masculinity, Rei?
Rei: wah, apa itu Ta?
Tata: Toxic masculinity adalah sebuah pandangan yang dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya, yang menuntut laki-laki untuk senantiasa bersikap agresif. Toxic masculinity menilai laki-laki sejati dari kemampuannya dalam memperlakukan perempuan sebagai objek. Aduh, salah banget kan!!
Rei: Wah, toxic masculinity bisa berdampak pada tindak kekerasan dan terror yang dilakukan oleh laki-laki, dong!
Tata: Iya, Rei! Dan satu lagi: kenapa dikatakan toxic atau beracun/berbahaya karena anggapan itu sangat keliru dan bukan hanya merugikan perempuan tapi juga laki-laki yang tidak berlaku demikian. Jika ada laki-laki lain yang tidak memenuhi standard maskulinitas menurut pandangannya seketika ia dianggap bukan laki-laki sejati.
Toxic masculinity pun memiliki ciri-ciri yang lain. Salam (2019) menjelaskan tiga contoh lain dari toxic masculinity:
1. Menahan emosi atau tidak mengekspresikan emosi sama sekali.
2. Menunjukkan penampilan yang terlihat seperti gagah atau kuat (tidak cengeng).
3. Kekerasan sebagai indikator dari kekuatan laki-laki
(gambar muka/kepala)
Rei: melanjutkan yang Tata bilang, tahukah teman-teman bahwa toxic masculinity tidak terbentuk secara tiba-tiba loh. Toxic masculinity dapat terbentuk dari tuntutan yang sudah ada di lingkungan masyarakat.
Kita pun sering melihat bagaimana seorang anak laki-laki sejak kecil dituntut untuk tidak menunjukkan emosinya. Ungkapan seperti “anak laki-laki tidak menangis” seringkali membuat anak laki-laki merasa bahwa menangis akan membuatnya menjadi lemah. Padahal dari sudut pandang psikologi, ekspresi emosi adalah sebuah langkah untuk mencapai kesehatan mental.
Toxic masculinity ini tidak hanya memandang jenis kelamin lain lebih rendah. Toxic masculinity juga menjadikan laki-laki yang dianggap lemah atau tidak sesuai dengan konsep maskulinitas yang dipercayai, menjadi korban perundungan (bullying) dari laki-laki lain yang dianggap lebih kuat.
(gambar muka/kepala)
Tata: toxic masculinity juga dapat menghasilkan yang namanya emphasized femininity. Emphasized femininity adalah sebuah pandangan yang menempatkan perempuan sebagai sosok yang lemah dan harus mengikuti keinginan dan perintah laki-laki.
Tata: Pandangan ini disebut sebagai emphasized femininity karena nilai-nilai tentang femininitas sangat amat ditekankan. Kamu yang perempuan dituntuk untuk harus bersikap kebalikan dari laki-laki: lembut, manis, lemah dan menuruti laki-laki.
Pandangan ini sudah diberlakukan sejak anak-anak lewat berbagai hal. Mulai dari tontonan yang disaksikan, seperti sinetron di televisi; mainan yang digunakan; dan juga tuntutan-tuntutan orang tua terhadap perempuan.
Akibatnya, ketika anak laki-laki dan perempuan semakin bertumbuh menjadi orang dewasa, mereka menjalani dan berpegang pada nilai-nilai toxic masculinity dan emphasized femininity.
Penerapan Kepekaan Gender dalam Kehidupan Sosial Remaja
Lalu sekarang, apa yang harus kita lakukan?
Kita sudah paham bahwa toxic masculinity dan emhphasized femininity dapat merugikan siapa saja. Makanya kita perlu melakukan sesuatu untuk perubahan yang positif! Jangan lupa ajak semua orang-orang disekitar kita, termasuk orang tua dan orang dewasa lainnya, untuk sama-sama membuat perubahan ini! Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan:
Percaya bahwa mengekspresikan emosi adalah hal yang boleh dilakukan oleh siapa saja, termasuk menangis. Menangis tidak membuat seseorang berkurang kemaskulinannya.
Mensosialisasikan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan memiliki kedudukan yang setara. Perilaku anak laki-laki yang mengganggu atau menggoda anak perempuan karena memandang perempuan sebagai pihak yang lebih lemah, perlu dihilangkan.
Mendukung semua laki-laki dan perempuan untuk memiliki cita-cita yang setinggi mungkin. Mereka semua berhak akan hal itu. Sangat disayangkan, saat ini ada banyak pekerjaan yang dihubungkan dengan gender tertentu, seperti: memasak adalah pekerjaan perempuan dan mengendarai kendaraan/transportasi umum adalah pekerjaan laki-laki. Tanpa kita sadari hal ini membatasi kesempatan pekerjaan yang sebenarnya dapat ditekuni oleh siapapun. Perempuan bisa menjadi pilot dan laki-laki bisa menjadi guru TK. Kenapa tidak?
Tidak berpikir bahwa perempuan harus cantik, menarik secara fisik hanya untuk membuat laki-laki tertarik. Urusan penampilan fisik bukanlah keharusan bagi perempuan dan laki-laki pun perlu memperhatikan hal yang berkaitan dengan fisik mereka. Jadikan usahamu untuk berpenampilan baik adalah untuk dirimu sendiri dan bukan untuk orang lain.
Bekerja sama dengan orang dewasa untuk menunjukan bahwa laki-laki tidak identik dengan kekerasan atau lebih tinggi dari perempuan. Siapapun kita bisa memiliki mimpi dan bisa melakukan apa saja yang kita cita-citakan.
Rei: aku setuju! Sebagai remaja berdaya sudah seharusnya kita mampu berpikir kritis! Kadang remaja dianggap masih kecil! Tapi dengan belajar SETARA hari ini aku jadi tahu pentingnya paham mengenai gender, bahkan dari usia kita sekarang!
Tata: Betul Rei! Baik laki-laki maupun perempuan, kita setara, siapapun kita!
Komentar
Posting Komentar